Pada Sabtu (15 April 2023) dengan pesawat Garuda GA 448 pada pukul 12.45 WITA, bersama tim kargo menjemput jenasah PMI an. Wilhelmina Beto Koten asal Desa Nimun Danibao, Kec. Adonara Barat, Flores Timur di Kargo El Tari Kupang.
Lalu pada Minggu (16 April 2023), Kami menuju ke rumah duka di Adonara Barat menggunakan Kapal Inerie II tujuan Kupang -Larantuka. Perjalanan menuju ke Larantuka membutuhkan waktu sekitar 12 jam. Berangkat sekitar setengah tiga sore. Tujuan perjalanan ini adalah mengantar jenasah PMI non prosedural ini dan melakukan advokasi terhadap korban TPPO oleh Tim Penyidik Kargo. Tim yang pergi berjumlah 3 orang. Hawa kapal yang panas mengharuskan kami menyesuaikan kondisi disini.
Bertemu dengan kerabat dari almarhum Wilhelmina. Almarhum adalah istri
dari om/paman bapak kerabat yang turut mengantar kepulangan
jenasah.
Kami sempat berbincang-bincang dengan kerabat almarhum. Mereka bercerita bahwa Almarhum Wilhelmina telah bekerja di Malaysia
selama 13 tahun. Ia pergi ke Malaysia bersama suaminya. Almarhum memiliki 3
orang anak. Anak pertama(perempuan) tinggal d rumah di desa Nimun Danibao, anak
kedua (laki-laki) berkuliah di Makassar, dan anak ketiga berada di Malang. Umur Wilhelmina
saat tutup usia adalah 54 tahun. Ia bersama suami bekerja di perkebunan kelapa sawit.
Mereka tinggal secara ilegal di Malaysia. Suami-istri ini bekerja di Kelangkang, Malaysia Timur.
Dari pelabuhan Waibalun dijemput ambulance menuju pelabuhan Larantuka. Lalu dibawa menyebrang menggunakan
perahu motor. Hari itu (17 April 2023) tepat pukul 05.10 WITA, jenasah tiba di Adonara Barat. Bulan mengantar dan matahari pagi
beserta keluarga menyambut kepulangam jenasah. Almarhum telah meninggal sejak
13 hari saat diantarkan. Selama pergi ke
Malaysia mereka tidak pernah pulang. Anak-anak mereka dititipkan ke keluarga.
Saat jenasah tiba dilakukan adat Hoak. Adat Hoak adalah membuang segala rintangan
yang dibawa oleh almarhum agar kesialan/hal buruk tidak masuk ke kampung
mereka.
Lalu dari pelabuhan Tobilota, jenasah di jemput dan diantar menggunakan ambulance. Tangis keluarga pecah saat perahu bersandar. Sekitar sejam kami berada di perjalanan dari Tobilota menuju rumah duka. Jalanan menuju rumah almarhum rusak parah dan jalannya berbatu. Jalanannya rusak akibat siklon seroja pada 2021. Kondisi jalan menuju rumah duka sangat tidak bagus. Ketika kami bertanya pada beberapa masyarakat dan keluarga almarhum, mata pencaharian di daerah mereka adalah petani. Letak desanya berada di bagian pegunungan. Kebanyakan Perempuan disana menjual pisang, rempah-rempah, coklat, ubi, dan mengolah kebun. Pria disana juga bekerja sebagai petani. Ketika hendak ke pasar untuk menjual hasil buminya, mereka harus menggunakan ojek atau pick up. Pergi-pulang ongkosnya dapat mencapai Rp.40.000,- hingga Rp. 100.000,-. Sedangkan untuk mendapat pemasukan dari hasil penjualan tidak seberapa. Yang kami amati, daerah mereka sangat kaya. Daerahnya subur. Masyarakatnya tak kurang makan, mereka hanya kurang uang untuk menguliahkan anaknya dan membeli keperluan lainnya. Ditambah akses ke daerah perkotaan dan pasar yang sulit memperkuat alasan orang-orang didaerah ini memilih untuk merantau. Tujuan alm. Wilhemnina pergi ke Malaysia untuk mencari dan mengumpulkan uang untuk mengubah nasib serta menguliahkan anak-anaknya saat sudah dewasa (saat ke Malaysia anak-anaknya masih remaja).
(Kerabat alm. Wilhelmina menjemput jenasah di pelabuhan Tobilota)
Kami tiba di rumah duka di Kampung Kebang, Desa Nimun Danibao pada pagi
hari. Isak tangis menyelimuti tempat itu. Peti jenasahnya disarankan agar tidak
dibuka. Lalu Suster Lauren diberikan kesempatan untuk menyampaikan sepatah-dua
kata. Suster Lauren menegaskan bahwa untuk keluar negeri boleh-boleh saja
asalkan jangan ilegal. Lebih baik di tanah sendiri, merawat tanah sendiri
daripada ke negeri seberang tapi pulang dalam keadaan menjadi jenasah. Kami juga
bercerita dengan masyarakat disana. Almarhum Wilhelmina meninggal karena pecahnya pembuluh darah (Coronary Artery Disease). Kata masyarakat disana, almarhum bersama suami berencana untuk pulang ke kampung halaman tahun ini
namun masih menunggu gajinya dibayar majikan. Sehari sebelum meninggal, almarhum menelpon keluarga dikampung dan anak-anaknya. Katanya, mereka
mengobrol banyak. Pada hari berikutnya, Almarhum meninggal karena penyakit
jantung.
Suami alm. Wilhelmina juga ikut pulang kemudian namun tidak mendapat penguburan istrinya karena suaminya masih di perjalanan dari Malaysia ke Indonesia. Karena setelah diantar, besoknya pemakaman. Kami tidak mengikuti pemakamannya. Setelah di ajak untuk makan bersama, kami melanjutkan perjalanan menuju Baniona, di sebuah Desa yang bernama Klukeng Nuking. (Unny)